Salah satu bentuk tridharma perguruan tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat. Dosen Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berkolaborasi dalam menghasilkan produk Geblek (makanan khas Kulonprogo) menjadi lebih sehat dan inovatif. Pengrajin geblek yang mereka dampingi juga telah menciptakan berbagai macam varian rasa yaitu geblek original, tenggiri, udang, tuna, serta diversifikasi produk.

Program pengabdian kepada masyarakat ini dikemas dalam Program Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD) yang dilakukan oleh Dr Daru Sugati (ITNY), Dr Nani Ratnaningsih (UNY), dan Mutiasari Kurnia Devi (ITNY). Kegiatan pendampingan oleh ketiga dosen tersebut sudah sejak tahun 2019 yang lalu dan saat ini adalah tahun ke 3, dengan dana hibah dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemendikbudristek.

“Program ini fokus pada pengembangan produk unggulan daerah. Kami melihat produk geblek sangat potensial untuk menjadi produk unggulan dari daerah Kulonprogo. Dengan mengusung tema Healthy Geblek: Camilan Sehat Kekinian dari Kulonprogo, ini sudah memasuki tahun terakhir program”, terang Daru..

Selama ini Geblek dikenal sebagai makanan tradisional yang terbuat dari pati singkong basah. Geblek sendiri merupakan ikon dari Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan ciri khas berwarna putih, memiliki bentuk seperti angka delapan, dengan tekstur kenyal. Namun, selama ini salah satu kelemahan dari produk geblek ini adalah tekstur yang menjadi keras jika sudah terlalu lama diangkat dari penggorengan. Supriadi, salah satu pengrajin geblek yang berada di Dusun Klepu, Kalurahan Banjararum, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo merasa sangat terbantu dengan adanya program pendampingan dari dosen ITNY dan UNY ini.

Salah satu bentuk pendampingan yang dilakukan adalah dengan menginisiasi produk olahan geblek fungsional. Untuk itu tim membantu dengan fasilitasi sarana prasarana produksi olahan geblek. Munculnya pandemi, tentu menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi produsen penjual geblek ini. Oleh karena itu, di tahun terakhir ini, ketiga dosen pendamping bersama dengan Supriadi menghasilkan produk geblek fungsional dengan mengkreasikan Geblek Kelor. Kelor atau Moringa oleifera merupakan salah satu tanaman yang banyak mengandung nutrisi dan banyak dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional. Kelor sendiri juga dikenal bermanfaat dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan seperti hiperkolesterolemia, tekanan darah tinggi, kanker, hingga peradangan.

“Rencananya kami akan mendampingi produk geblek ini untuk dapat ijin BPOM. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan pada aspek teknis khususnya line production serta aspek lingkungan terkait limbah. Selain itu, untuk produk Geblek Kelor ini perlu diuji terlebih dahulu kandungan gizinya juga” jelas Nani..

Setiap harinya Supriadi mengolah 150-200 kilogram tepung untuk dijadikan geblek. Saat ini memang pemasaran geblek masih fokus di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta saja. Namun sebenarnya penjualan geblek kemasan sudah merambah ke luar kota seperti Tegal, Semarang, Jakarta, dan Bekasi. Meskipun selama pandemi ini terjadi penurunan omzet, namun saat ini Supriadi bersama dengan ketiga dosen dari ITNY dan UNY terus berupaya melakukan riset dan pengujian untuk menghasilkan olahan geblek empuk dan lebih awet. Bahkan Supriadi justru mendapatkan kesempatan untuk menampilkan produk Gebleknya pada ajang pameran UMKM di Kulonprogo dan dikunjungi oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada bulan April lalu. Tentunya di tahun terakhir program pendampingan ini, dengan kreasi geblek fungsional, dapat menghasilkan produk olahan geblek yang lebih sehat dan lebih digemari oleh masyarakat luas.